Kamis, 04 Juni 2015

PERAN PENYIAR DALAM EKSISTENSI RADIO


Dewasa ini dunia penyiaran marak diperbincangkan sebagai salah satu bentuk media komunikasi penyampaian informasi dan sebagai sarana hiburan. Apabila kita berbicara mengenai dunia penyiaran, tentu tidak akan jauh-jauh dari kata radio. Sebagai jantung penyiaran, radio memiliki peran penting dalam dunia komunikasi massa yang bersifat audio. Sejarah radio di Indonesia sendiri dimulai sejak pendiriannya secara resmi pada tanggal 11 September 1945 oleh para tokoh yang sebelumnya mengoperasikan beberapa stasiun radio di Jepang. Dan saat itu untuk pertama kalinya RRI yang dipimpin oleh dr.Abdulrahman Saleh mengudara.
Radio merupakan media massa yang memiliki peran untuk menyampaikan berbagai informasi. Pada dasarnya media dapat diartikan sebagai cara penyampaian melalui sebuah saluran yang didalamnya memuat suatu pesan untuk disampaikan kepada khalayak (Shirley Biagi, 2010). Dengan begitu fungsi media tersebut jelas sebagai penyampai pesan, begitupun dengan radio. Radio sebagai media massa yang mengandalkan komunikasi sebagai sarana penunjang terciptanya hubungan antara pendengar dengan media itu sendiri dalam menyampaikan suatu informasi atau pesan. Pesan yang akan disampaikan dalam sebuah siaran radio akan tersampai dengan baik apabila seorang penyiar mampu menginformasikannya dengan baik. Jadi disinilah akan diketahui peran seorang penyiar dalam menyampaikan pesan dan informasi kepada pendengar atau masyarakat secara baik dan komunikatif.
Seperti yang kita ketahui dalam sebuah perusahaan penyiaran seperti radio tentu memiliki management yang mengatur setiap jalannya program radio tersebut. Ada manager, marketing, team kreatif, penyiar, dll. Namun disini yang paling penting dan memiliki tanggung jawab dalam penyampaian informasi dan pesan dalam siaran adalah penyiar yang akan secara langsung membawakan sebuah acara yang telah disusun oleh team kreatif untuk disiarkan kepada pendengar.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) penyiar radio adalah orang yang menyiarkan atau menyeru pada radio. Atau dapat pula disebut sebagai orang yang bertugas atau berperan menyampaikan dan membawakan informasi dalam sebuah acara di radio. Menjadi seorang penyiar artinya kita akan melalukan berbagai macam peran yang harus kita lakukan sesuai dengan konteks acara yang kita bawakan saat bersiaran. Seorang penyiar harus bisa melakukan pekerjaan penyiaran, menyiarkan berita, menyajikan produk komersial, membawakan program-program khusus seperti, acara olahraga, acara lawak, memimpin jalannya diskusi ataupun sebagai pembawa acara kuis. Dengan begitu kemampuan seorang penyiar harus benar-benar dilatih agar dalam membawakan acara radio bisa menarik dan pesan dapat tersampaikan dengan baik.
Pada dasarnya tingkat eksistensi sebuah radio pada zaman modern ini juga tergantung pada seorang penyiar. Karena persaingan yang begitu ketat diantara media massa sebagai sarana hiburan dan komunikasi. Dalam cabang utama teori kritis media yang disampaikan oleh MCcQuaail, yaitu teori media ekonomi politik, seperti Marxisme klasik menyalahkan kepemilikan media bagi keburukan masyarakat. Menjelaskan isi media merupakan komoditas untuk dijual dipasaran, dan informasi yang disebarkan diatur oleh apa yang akan diambil oleh pasar. Dengan kata lain menjadikan jenis program tertentu dan saluran media tertentu dominan dan yang lain dipinggirkan (Littlejohn, 2009 : 432-433). Dari hal tersebut maka radio harus mampu bersaing dengan media lainnya dengan memajukan program unggulan untuk tetap bertahan di dunia penyiaran dan agar tetap digemari masyarakat.
Kembali lagi kepada fungsi seorang penyiar sebagai denyut kehidupan dunia radio, menuntut penyiar untuk lebih fasih dan kreatif membawakan setiap program acara unggulan di radio. Hal ini dilakukan untuk menarik pendengar agar menyimak program dan siaran radio yang dibawakan. Sebenarnya radio tidak hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi dan informasi saja. Namun pada kenyataan sekarang ini radio dan penyiar harus mampu bekerjasama menjadi sebuah media hiburan yang menarik. Apalagi saat ini peminat radio mulai menurun lagi-lagi disebabkan karena banyak nya program TV yang lebih menarik untuk disimak dan ditambah lagi dengan adanya Internet dan media sosial lainnya yang membuat radio menjadi kurang diminati.
Kawula muda dan para remaja yang lebih aktif dan memiliki daya tarik tinggi terhadap sesuatu yang baru, membuat mereka lebih memilih internet dan sosial media yang lebih menjanjikan mereka untuk mendapat segudang informasi yang mereka inginkan. Dapat diakses dengan mudah, praktis dan cepat hanya dengan menggunakan ponsel yang terdapat aplikasi untuk koneksi ke internet. Mulai dari perkembangan politik, pendidikan, hobi, sampai model fashion terkini sangat mudah mereka dapatkan melalui media sosial. Selain itu gosip dan kabar terhangat yang biasa dinanti pun dapat secara langsung diakses. Dan jika ingin berkomunikasi maupun bertukar informasi dengan teman juga bisa langsung menggunakan media sosial seperti facebook, twitter, watshap, dll. Inilah yang mengakibatkan radio sebagai media komunikasi audio mulai ketinggalan dan kurang diminati. Radio yang hanya bisa sebagai media informasi dan komunikasi yang sifatnya audio tentu kurang memberikan kepuasan bagi peminat informasi dan komunikasi yang lebih.
Namun bukannya radio menjadi media massa yang ketinggalan zaman saat ini. Radio sendiri sebenarnya masih ada dinanti dan memiliki tempat dihati para penggemarnya. Dari remaja, kawula muda dan orang tua masih memiliki minat pada beberapa siaran di radio. Itu semua kembali lagi pada peran penyiar sebagai pembawa setiap acara di radio. Penyiar sangat memiliki hubungan erat dengan pendengar radio. Penyiar dituntut untuk dekat dengan pendengar. Harus mampu menciptakan hubungan yang baik dengan pendengar. Radio yang bersifat audio tentu berdampak pada penyiar dan pendengar. Karena pendengar hanya bisa mendengarkan suara penyiar tanpa melihat wajahnya atau tanpa adanya tatap muka. Hal ini menjadi tantangan sendiri bagi seorang penyiar, bagaimana caranya agar pendengar dapat senyaman mungkin dengan penyiar dan program acara yang dibawakannya. Seorang penyiar harus lebih persuasif dan komunikatif pada pendengarnya. Penyiar dalam membawakan suatu acara dapat berkomunikasi dengan pendengar dengan cara mengajak pendengar untuk ngobrol santai dan menciptakan imajinasi pendengar agar ia mampu larut dalam acara yang dibawakan. Radio menghasilkan gambar dalam imajinasi pendengar melalui kata dan suara yang disebut dengan Theater of Mind. Untuk itu seorang penyiar harus melakukan dan mencermati beberapa hal dibawah ini seperti yang dikemukakan Wanda Yulia dalam bukunya Andai Aku Jadi Penyiar, yaitu :
a.         Libatkan pendengar dalam program acara.
Maksudnya disini adalah seorang penyiar harus mampu mengajak pendengar untuk ikut serta dalam program yang dibawakan. Jangan sampai pendengar hanya sebatas tertarik dengan suara penyiar saja. Pamerkan program yang dibawakan. Tunjukkan manfaatnya bila menyimak program tersebut. Dan buat pendengar antusias dan tertarik untuk menyimak program yang dibawakan.
b.        Berbicara bukan bersuara.
Berbicara bukan membaca. Maksudnya adalah meskipun seorang penyiar bekerja dengan lembar skrip siaran, namun seorang penyiar yang baik tidak akan menyampaikan program dengan hanya membaca. Penyiar harus mampu bersiaran seperti halnya sedang berbicara langsung dengan orang lain (pendengar). Dengan begitu bahasa yang akan diucapkan akan lebih fleksibel dan santai atau tidak seperti membaca.
c.         Memaksimalkan ekspresi tubuh ke suara
Harus dipahami bahwa performa penyiar radio hanya lewat suara. Jadi suara harus benar-benar menjadi medium utama komunikasi antara penyiar dan pendengar. Untuk itu seluruh ekspresi komunikasi penyiar harus bisa digambarkan melalui suara. Misalnya, seorang penyiar yang baik harus bisa menyalurkan emosinya, dan mengekspresikannya melalui suara. Dengan begitu suara yang dikeluarkan seorang penyiar akan lebih bernyawa atau menimbulakn nuansa dan tidak hanya sekedar suara kosong.
d.        Bergairah
Menjadi seorang penyiar harus selalu bergairah dalam keadaan apapun. Karena tentu pendengar akan lebih tertarik dengan sajian acara yang dibawakan oleh penyiar dengan penuh gairah dan semangat.
e.         Empati
Penyiar radio adalah sahabat bagi pendengarnya. Salah satu nya adalah dengan membangun empati. Dengan membangun empati maka seorang penyiar akan melihat kepentingan atau kebutuhan pendengarnya. Tidak berarti bahwa penyiar memaksakan kehendak kepada pendengar supaya dapat diterima. Namun disini kebalikannya, seorang penyiar selalu memulai siaran dengan memahami kebutuhan pendengar.
f.         Penyiar adalah “etalase” radio
Sebagai “etalase” radio atau bisa disebut juga dengan “citra radio” seorang penyiar harus mampu membawakan penampilannya dalam bersiaran dengan baik. Semakin baik performa seorang penyiar dalam bersiaran maka akan semakin baik pula citra radio tersebut.
g.        Terbuka pada kritik
Setiap kritik bisa menjadi tolak ukur sampai mana kemampuan yang dicapai seseorang dalam kariernya. Menjadi seorang penyiar yang profesional akan berdampak pada banyaknya pendengar yang senantiasa mendengarkan siaran kita. Jadi seorang penyiar harus bisa mengikuti perkembangan penggemarnya juga. Jika tidak begitu maka tidak sedikit kritik yang akan diterima sekalipun itu dari para penggemar. Dengan terbuka terhadap kritikan artinya semakin membuat seorang penyiar belajar untuk lebih baik lagi.
h.        Jadilah pendengar yang baik
Ada ungkapan bahwasannya “seorang pembicara yang baik, tumbuh karena kemampuannya menjadi pendengar yang baik”. Begitu pula dengan penyiar, bukan hanya sekedar kemampuan berbicaranya yang baik namun juga harus menjadi pendengar yang baik. Dengan mendengarkan maka akan mendapat segudang masukan dan bahan untuk memperbaiki diri dan bisa juga sebagai materi siarannya.
Dari segi pribadi seorang penyiar agar disukai pendengar, maka penyiar juga harus memiliki beberapa hal dalam dirinya, yaitu : Naturalness, seorang penyiar harus bersikap senatural mungkin dan tetap menjadi dirinya sendiri. Karena pendengar akan lebih menyukai penyiar yang berkarakter dan memiliki ciri khas tersendiri dalam dirinya. Vitality, penyiar radio menjadi panutan bagi pendengar. Untuk itu sebagai seorang penyiar yang baik harus selalu memberikan penampilan yang baik bagi pendengarnya. Reliability, kejujuran sangat penting dalam segala hal. Termasuk dalam bersiaran, seorang penyiar harus menyampaikan suatu informasi secara benar jujur, dan apa adanya. Friendliness, layaknya seorang sahabat, penyiar dituntut untuk menjalin hubungan baik atau akrab dengan pendengar. Menjadi sahabat pendengar yang senantiasa mendengarkan kemauan mereka dan menyajikan informasi yang mereka butuhkan. Believability, penyiar radio harus dapat dipercaya dalam segala hal. Termasuk dalam menyampaikan informasi secara benar. Segala sesuatu yang disampaikan harus bisa dipertanggungjawabkan. Adaptability, sebagai penyiar tentu akan memiliki banyak pergaulan. Disini seorang penyiar tentu harus bisa beradaptasi dengan berbagai perubahan di lingkungan pergaulan dan menghadapi berbagai pendengar yang memiliki minat dan pandanagn yang berbeda-beda. (Wanda, 2010 :50-53).
Beberapa hal diatas adalah cara agar seorang penyiar dapat menjalin hubungan yang baik dengan pendengar. Berusaha untuk menjadi sahabat bagi pendengar juga merupakan salah satu cara agar pendengar senantiasa menjadi penggemar acara maupun radio siaran kita. Radio sebagai salah satu media massa memiliki keunikan tersendiri. Salah satu keunikannya adalah bentuk komunikasi antar pribadi. Melalui bentuk komunikasi tersebut dapat memungkinkan munculnya kedekatan dengan pendengarnya dari sisi emosional, yang menjadikan radio siaran tetap eksis dan lekat di hati penggemarnya sepanjang zaman. Kita dapat merasakan betapa dekatnya seorang penyiar radio dengan pendengarnya seperti layaknya seorang sahabat yang berbicara penuh kehangatan (Wanda, 2010: 16). Jadi hubungan yang baik antara penyiar dan pendengar layaknya sahabat sangat diperlukan untuk dapat membuat pendengar setia dengan siaran radio. Dengan mengikat hati pendengar sangat diperlukan untuk mempertahankan eksitensi radio di dalam dunia penyiaran dan mampu bersaing kembali dengan media massa lainnya.



REFERENSI

Littlejohn, Stephen W. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika
Maryani, Eni. 2011. Media dan Perubahan Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya
Yulia, Wanda. 2010. Andai Aku jadi Penyiar. Yogyakarta: C.V Andi Offset


_nada_




1 komentar:

Annisa Ainun Mahya mengatakan...

terimakasih kak,,,, blognya bantu banget,,,

Posting Komentar